Kartini tentu tak mengharapkan dirinya diperingati setiap tanggal 21 April di negeri ini. Mungkin ada keterlanjuran sejarah yang masih bisa dikoreksi bahwa Hari Kartini alangkah lebih baik disebut saja Hari Perempuan Nasional.
Kartini sebagai sosok perempuan memang salah satu pelaku sejarah. Dengan membaca dan mencermati surat-suratnya, kita bisa membaca beragam pemikiran dan cita-cita Kartini. Ada gagasan dan pemikiran luar biasa di dalamnya. Kartini tentu bukan sosok yang ingin dikultuskan, bahkan dimitoskan. Kartini tetaplah sosok manusia biasa yang memiliki kelebihan dan kelemahan.
Cita-cita Kartini ingin menempatkan perempuan sebagaimana mestinya. Pemikiran Kartini sebenarnya begitu luas, tak melulu berbicara perempuan. Kartini berbahagia ketika perempuan mampu berkontribusi mendidik anak-anak bangsa. Ada perempuan-perempuan lain seperti Rohana Kudus dari Sumatera Barat yang berkiprah memajukan kaum perempuan.
Menjadikan setiap tanggal 21 April sebagai Hari Kartini memang sah-sah saja. Namun, kita malah memosisikan Kartini secara berlebihan. Pernahkah kita berpikir, apakah Kartini menghendaki hari lahirnya diperingati?
Sejarah negeri ini adalah perjalanan panjang perjuangan. Banyak perempuan-perempuan perkasa yang lahir di negeri ini dengan segenap karya dan juangnya. Meskipun perempuan-perempuan perkasa itu tak pernah berkeinginan untuk dikenal, kita tentu tak dilarang mengingatnya. Kita perlu “membuka sejarah”. Kita harus menempatkan Kartini di posisinya. Begitu juga dengan pejuang-pejuang perempuan lain. Kita tak mungkin melupakan Kartini, tapi lupakanlah Hari Kartini. Ke depan, kita jadikan saja sebagai Hari Perempuan Nasional. Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281
No comments:
Post a Comment