PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk di mana masyarakatnya terdiri dari bermacam-macam etnik, agama, budaya, ras, dan golongan. Oleh sebab itu, interaksi antarbudaya dan antar agama dan ekonomi adalah realitas sosial yang tidak dapat dihindari dalam masyarakat. Interaksi yang tidak dikelola secara baik dapat menggangu kerukunan dan keharmonisan bahkan dapat menimbulkan konflik horizontal.
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri atas beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan merupakan sistem sosial yang saling mempengaruhi satu sama lain (Shadily, 1984 : 31; Soekanto, 1993 : 466). Dengan demikian, hidup bermasyarakat merupakan bagian integral karakteristik dalam kehidupan manusia. Kita tidak dapat membayangkan, bagaimana jika manusia tidak bermasyarakat. Sebab sesungguhnya individu-individu tidak dapat hidup dalam keterpencilan sama sekali selama-lamanya karena manusia itu adalah mahluk sosial. Manusia membutuhkan satu sama lain untuk bertahan hidup dan untuk hidup sebagai manusia (Campbell, 1994 : 3).
Kesalingketergantungan individu atas yang lainnya maupun kelompok menghasilkan bentuk-bentuk kerjasama tertentu. Jadi, sebuah masyarakat pada dasarnya adalah sebentuk tatanan yang mencakup pola-pola interaksi antar manusia yang berulang. Tatanan ini bukan berarti tanpa konflik ataupun tanpa kekerasan, semuanya serba mungkin, serta kadarnya jelas bervariasi dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya. Akan tetapi bagaimanapun rendahnya suatu masyarakat, tetap tidak hanya sekedar penjumlahan beberapa manusia, melainkan sebuah pengelompokan yang teratur dengan keajegan-keajegan yang jelas, dengan demikian dibutuhkan interaksi proses sosial yang menyangkut hubungan timbal balik antar pribadi, kelompok maupun pribadi dengan kelompok (Pepenoe, 1983 : 104; Soekanto, 1993 : 247). Interaksi sosial tersebut merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Mengingat dalam interaksi sosial tersebut disamping ruang lingkupnya sangat luas dan bentuknya yang dinamis (Gillin dan Gillin, 489).
Konsep kelompok atau group secara umum dapat didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang disatukan oleh suatu prinsip dengan pola rekruitmen hak dan kewajiban tertentu (Holy, 2000 : 421). Konsep ini sangat dominan dalam kajian sosiologi karena dalam kajian kelompok tersebut dipahami berbagai interaksi yang bersifat kebiasaan (habitual), melembaga, atau bertahan dalam waktu relatif lama, yang biasanya terjalin antar kelompok.
Dalam studi kelompok menurut Holy (2000 : 421) terdapat beberapa jenis kelompok. Pertama, kategori sosial (social category) adalah sekumpulan individu yang secara konseptual mengelompok atas dasar karakteristik tertentu, misalnya usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, kesamaan asal usul, kekerabatan dan sebagainya. Kedua, kelompok sosial adalah individu yang sengaja mengelompok dan terikat dalam suatu jaringan interaksi baku yang membagi mereka pada sejumlah peran (ekonomi, politik, ritual dan bidang pekerjaan). Disini keanggotaan tidak bersifat otomatis, melainkan harus melewati prosedur tertentu. Kelompok ini terbagi lagi menjadi kelompok primer, yang anggotanya berinteraksi secara tatap muka (keluarga atau rumah tangga); kelompok sekunder yang para anggotanya tidak hanya harus berinteraksi secara tatap muka (kelompok politik atau asosiasi profesi); dan juga ada kelompok khusus yaitu perusahaan, yakni kelompok – kelompok yang menerapkan aturan pembagian kerja dan kepemilikan, baik yang bersifat materi maupun non materi.
Sebagai bagian dari negara Republik Indonesia, Sulawesi Tengah juga terdiri dari dari berbagai etnik disamping etnik asli yang sudah mendiami wilayah Sulawesi Tengah. Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 12 kelompok etnik.
Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, dan etnik pendatang lainnya seperti Bugis, Makassar dan Toraja serta etnik lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, sebagaimana pada wilayah Desa Simoro Kecamatan Gumbasa dihuni oleh etnik Kaili sebagai etnik lokal dan etnik Bugis sebagai etnik pendatang.
Etnik Bugis datang dan mendiami wilayah desa Simoro sekitar tahun 1975. Pada awalnya etnik Bugis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka bekerja di kebun-kebun penduduk lokal. Namun, karena keuletan dan ketekunan etnik Bugis, situasi tersebut berubah beberapa tahun kemudian. Saat ini hampir 75% sumber daya lokal di desa Simoro telah dikuasai dan dimiliki oleh etnik Bugis.
Kehidupan dan keadaan ekonomi etnik Bugispun telah berubah pula. Sangat jauh beda dengan etnik lokal yang lebih dulu mendiami desa Simoro.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana interaksi sosial etnik Kaili dengan Etnik Bugis dalam sistem ekonomi pedesaan di Desa Simoro Kecamatan Gumbasa Kabupaten Donggala.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :
1) Bagaimana pola interaksi sosial etnik Kaili dengan Etnik Bugis dalam sistem ekonomi pedesaan?
2) Bagaimanakah interaksi etnik Kaili dengan etnik Bugis dalam penguasaan sumberdaya lokal dalam sistem ekonomi pedesaan?
No comments:
Post a Comment