Zaman dahulu kala, Gunung Saba Mpolulu itu disebut gunung mata air. Sekali peristiwa kedua gunung ini berkelahi gara-gara air. Air milik penjaga Gunung Kamonsope diminta
oleh penjaga Gunung Saba Mpolululu. Akan tetapi, penjaga gunung Kamonsope tidak mau memberikan air itu kepada penjaga Gunung Saba Mpolulu. Meskipun begitu, penjaga Gunung Saba Mpolulu tetap berupaya memiliki air itu. Maka dari itu, ia tetap mencari jalan walaupun dengan cara paksa. Penjaga Gunung Kamonsope juga tetap bertekad tidak mau mundur selangkah pun, apa pun taruhannya. Nyawa pun rela dikorbankan asalkan tidak memberikan air itu kepada penjaga Saba Mpolulu.
Sesudah itu, penjaga Gunung Saba Mpolulu berpikir sejenak. Dalam hatinya, "Sesungguhnya aku ini laki-laki, sedangkan penjaga gunung Kamonsope seorang perempuan. Masa aku dikalahkan oleh perempuan. Lebih baik aku paksa dia". Namun, usahanya itu masih tetap sia-sia karena penjaga gunung Kamonsope tetap bertahan mati-matian, walaupun ia seorang perempuan. Ia tidak mau dipaksa: tidak mau menyerah begitu saja. Penjaga Gunung Saba Mpolulu bertambah marah ketika melihat sikap penjaga Gunung Kamonsope.
Sebagai jalan terakhir, penjaga Saba Mpolulu mengangkat senjata, hendak memerangi penjaga gunung Kamonsope. Temakan pertama tidak mengenai sasaran. Tembakan kedua, peluru tidak sampai kena sasaran. Penjaga Gunung Saba Mpolulu bertambah kesal.
Kini, tiba giliran penjaga Gunung Kamonsope yang menembak penjaga Gunung Saba Mpolulu. Hanya sekali ia menembak langsung mengenai sasaran. Nyaris Gunung Saba Mpolulu terbongkar puncaknya, seperti bentuk kampak yang terbongkah akibat terkena benda keras. Itu sebabnya gunung tersebut dinamakan "Gunung Saba Mpolulu".
Kata yang empunya cerita, Saba Mpolulu berarti: Saba (terpongkah, jatuh, hilang sebagian, seperti mata kampak kena batu atau benda yang sangat keras). Mpolulu berarti kampak. Jadi, Saba Mpolulu berarti bentuk gunung itu melengkung, seperti huruf kapital (huruf besar).
Sumber: Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara, 1995:6-8
No comments:
Post a Comment